Dituntut 10 Tahun Penjara, PH Pendeta Cabul : Dasarnya Cuma Petunjuk, Tuntutan Remang-remang
SURABAYA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rista Erna dari Kejaksaan Tinggi Jatim, akhirnya menuntut terdakwa Hanny Layantara (HL), oknum pendeta yang diduga melakukan tindak pidana pencabulan di bawah umur, dengan pidana penjara selama 10 tahun.
Menurut Abdurrachman Saleh, penasihat hukum terdakwa HL, saat ditemui usai jalannya persidangan, kliennya tidak hanya dituntut pidana penjara saja, melainkan juga dituntut pidana denda sebesar Rp. 100 juta subsidiair 6 bulan kurungan.
“Klien kami dinyatakan oleh JPU melanggar pasal 82 tentang perlindungan anak. Ya itu hak dari penuntut umum ya. Kita juga punya hak untuk melakukan pembelaan,”ucap pengacara asal Situbondo tersebut, Senin (14/09).
Saat ditanya terkait pertimbangan penuntutan JPU, Abdurrachman menjelaskan bahwa yang dijadikan standar penuntutan di persidangan tertutup yang digelar di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Surabaya, adalah petunjuk bukan pembuktian hukum berupa bukti materiil.
“Tadi yang sangat kentara adalah pembuktiannya adalah petunjuk. Kenapa ada petunjuk ? Karena peristiwa yang didakwakan itu adalah tidak cukup pembuktian hukumnya, secara fakta hukum, secara hukum materiil. Petunjuk itu kan masih remang-remang,”katanya.
Abdurachman menambahkan, bahwa petunjuk dijadikan standar hukum untuk menuntut memang di perbolehkan didalam KUHPidana, akan tetapi peristiwa yang didakwakan tidak kelihatan secara faktual. Tidak ada fakta hukum secara hukum bahwa dia mengetahui atau melihat peristiwa tindak pidana yang terjadi.
“Fakta hukumnya hanya mendengar dari pihak lain. Namanya mendengar sangat subjektif sekali,”imbuhnya.
Lebih lanjut, atas tuntutan JPU, Abdurrachman sudah mempersiapkan pembelaan sesuai dengan kerangka hukum dengan fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan. Karena menurutnya, tidak ada satupun alat bukti di muka persidangan yang terbukti secara nyata dan secara hukum.
“Memang petunjuk bisa dijadikan sebagai alat bukti. Tapi kan itu dari sisi hukum adalah alternatif terakhir dalam proses pemidanaan untuk memidana seseorang. Kami akan menyajikan pembelaan, kita paparkan sesuai fakta hukum yang muncul di persidangan,”jelasnya.
Terpisah, Betharia Thenu atau akrab disapa Eden, jubir korban saat ditemui menyampaikan bahwa atas tuntutan JPU, ia menilai aparat penegak hukum sudah bertindak sangat tegas dalam menangani perkara pidana khususnya pelecehan dan kekerasan kepada anak.
“Kami berharap hakim bisa bijaksana dalam mengambil keputusan atas perkara ini,”tandasnya.