Rokok Ilegal Marak di Pasar Krian, Aparat Diduga Tutup Mata

0

Lintas Surabaya, Sidoarjo – Seorang pria bertubuh tinggi yang rutin terlihat membawa kardus dan plastik berisi rokok tanpa pita cukai di area Pasar Krian, Sidoarjo, diduga menjadi penghubung antara gudang penyimpanan dan para pedagang. Meski aktivitasnya dilakukan terang-terangan, tak ada satu pun tindakan hukum yang menyentuh sosok ini.

“Kalau bukan orang dalam, ya minimal pasti ada yang ‘backing’,” ungkap salah satu pedagang yang meminta namanya dirahasiakan.

Distribusi rokok ilegal ini berlangsung hampir setiap hari, terutama saat dini hari menjelang pasar mulai ramai. Rokok-rokok tersebut dijual dengan harga jauh lebih murah dari pasaran, menggunakan kemasan polos tanpa izin edar maupun pita cukai resmi. Sebagian besar bukan produksi resmi dari pabrikan nasional.

Penjualan rokok tanpa pita cukai merupakan pelanggaran serius terhadap UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang mengancam pelaku dengan pidana penjara hingga 5 tahun dan/atau denda 10 kali lipat dari nilai cukai.

Selain mencederai hukum, praktik ini juga menyebabkan kerugian negara hingga ratusan juta rupiah setiap bulannya—hanya dari satu titik pasar tradisional seperti Krian.

Upaya konfirmasi kepada Polsek Krian terkait aktivitas ini belum membuahkan hasil. Pertanyaan baik secara langsung maupun tertulis belum dijawab, memunculkan dugaan adanya pembiaran bahkan potensi keterlibatan oknum aparat.

Padahal, sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum di wilayah Kecamatan Krian, Polsek seharusnya menjadi benteng utama dalam memberantas peredaran rokok ilegal.

Beberapa tokoh masyarakat mulai bersuara, walaupun masih berhati-hati. Mereka mendesak keterlibatan institusi di atas Polsek, termasuk Bea Cukai dan Polda Jawa Timur, untuk turun langsung.

“Masyarakat kecil bisa apa, Mas. Tapi kalau wartawan dan lembaga pemerintah yang bersih ikut turun, mungkin mereka pikir-pikir lagi,” kata seorang ketua RT di sekitar pasar.

Fenomena di Pasar Krian bukan hanya soal rokok ilegal. Ini soal integritas dan keberanian menegakkan hukum. Ketika hukum bisa dinegosiasikan, maka wibawa negara runtuh di mata rakyat.

Sudah waktunya aparat berhenti bermain citra. Penegakan hukum harus kembali pada tujuan dasarnya: keadilan dan kepentingan negara. (Red) 

Leave A Reply

Your email address will not be published.