Tiket di Bawah Sungai Dugaan Pelanggaran Tata Kelola Wisata Tumpak Sewu Mencuat

0

Lontas Surabaya, Malang – Kontroversi pengelolaan wisata Tumpak Sewu kembali mencuat setelah pernyataan sepihak dari inisial R, pengelola jalur wisata dari wilayah Kabupaten Malang, viral di salah satu media daring pada Senin, 19 Mei 2025. Ia mengklaim bahwa pembayaran tiket masuk melalui jalur Coban Sewu telah menggunakan sistem digital berbasis QRIS. Namun, klaim tersebut justru menuai keraguan.

Berdasarkan penelusuran langsung oleh tim 10 Media yang dipimpin Umar pada Sabtu, 17 Mei 2025, ditemukan fakta berbeda. Proses pemungutan tiket masih dilakukan secara konvensional, bahkan berada di area yang seharusnya bebas dari aktivitas pungutan—yakni tepat di bawah sempadan Sungai Glidik.

“R malah menghubungi salah satu media online untuk menyampaikan informasi yang tidak sesuai dengan realita di lapangan,” tegas Umar.

Perlu diketahui, hasil kesepakatan antara Pemkab Malang, Pemkab Lumajang, dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur menegaskan bahwa pemungutan retribusi hanya boleh dilakukan di pintu masuk resmi administratif masing-masing wilayah. Pungutan di badan sungai ataupun sempadan sungai dilarang keras.

Regulasi terkait pun jelas tercantum dalam Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Sungai, yang melarang aktivitas pungutan dan pembangunan di badan sungai demi menjaga ekosistem dan aliran air.

“Kalau praktik semacam ini dibiarkan, bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola wisata alam,” ujar seorang pemerhati lingkungan Malang yang memilih anonim. Ia menyoroti bahwa Sungai Glidik merupakan sumber air penting bagi warga sekitar. Aktivitas pungutan di area tersebut berisiko mencemari lingkungan dan merusak keseimbangan ekosistem.

Kritik juga datang dari wisatawan. Seorang pengunjung asal Kota Batu mengungkapkan keresahannya,

“Saya tidak keberatan membayar tiket, tapi jangan di tengah sungai seperti itu. Tidak etis dan terasa tidak benar.”

Sampai berita ini ditulis, Dinas PU SDA Jawa Timur belum memberikan pernyataan resmi ataupun langkah nyata untuk menindaklanjuti temuan ini. Publik mulai mempertanyakan sejauh mana keseriusan pemerintah dalam mengawasi tata kelola wisata berbasis alam.

Kelompok masyarakat sipil pun mendesak adanya ketegasan.
“Ketegasan dan transparansi dari pemerintah daerah sangat dibutuhkan. Jangan sampai praktik semacam ini diwariskan dalam sistem pariwisata kita yang sedang tumbuh,” ujar seorang aktivis lingkungan Malang Raya.

Sementara itu, pengelola jalur wisata dari wilayah Lumajang belum memberikan klarifikasi atas aktivitas pungutan yang terjadi di sempadan sungai. Padahal, sinergi antardaerah menjadi kunci dalam pengelolaan destinasi wisata yang beririsan.

Kasus ini memperpanjang daftar persoalan dalam pengelolaan Tumpak Sewu dan Coban Sewu, dua destinasi unggulan Jawa Timur. Tanpa tata kelola profesional yang berpijak pada aturan hukum, potensi wisata ini justru terancam menjadi sumber konflik dan kerusakan lingkungan.

Diharapkan, pemerintah daerah segera mengambil tindakan tegas, merombak sistem pengelolaan, serta menjamin agar kawasan wisata dikelola secara adil, transparan, dan ramah lingkungan. (red)

Leave A Reply

Your email address will not be published.