Sidang Dugaan Pencabulan, Saksi Ahli Tegaskan Robekan Bukan Akibat Persetubuhan Orang Dewasa
Surabaya, Lintas Surabaya – Sidang tertutup perkara dugaan pencabulan dengan terdakwa Tan Giok Jong kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (22/12).
Agenda persidangan kali ini menghadirkan dua saksi ahli dari pihak terdakwa, yakni Dr. Sholehudin, S.H., M.H. dari Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara (Ubhara) serta Dr. Agus Moch. Al Gozi, dr., Sp.F(K), S.H., DFM, Kepala Forensik Kedokteran RSUD Dr. Soetomo.
Ahli hukum pidana yang dihadirkan dalam persidangan perkara dugaan kekerasan seksual terhadap anak di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menegaskan bahwa pembuktian merupakan inti utama dalam perkara pidana dan tidak boleh didasarkan pada asumsi.
Hal tersebut disampaikan oleh Dr. Sholehudin, dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara) saat memberikan keterangan sebagai saksi ahli pidana di hadapan majelis hakim.
Usai persidangan, Dr. Sholehudin menjelaskan bahwa dalam perkara pidana yang melibatkan anak, terdapat aturan khusus yang wajib dipatuhi oleh aparat penegak hukum. Ia menekankan bahwa asas lex specialis derogat legi generali harus diterapkan secara konsisten.
“Kesaksian anak harus diperhatikan secara khusus. Anak wajib didampingi orang tua atau lembaga sosial saat memberikan keterangan. Dalam persidangan pidana anak, tidak boleh ada asumsi. Semua harus didasarkan pada alat bukti yang sah,” tegasnya.
Menurutnya, keterangan korban anak justru memiliki nilai pembuktian yang sangat kuat karena anak mengalami langsung peristiwa tersebut dan cenderung memberikan keterangan apa adanya, berbeda dengan saksi dewasa yang berpotensi terpengaruh berbagai kepentingan.
Sementara itu, ahli forensik Dr. Agus Moch. Al Gozi dalam keterangannya menjelaskan temuan medis terkait kondisi korban.
Ia menyebutkan bahwa robekan pada selaput dara dengan arah tertentu, yakni di posisi jam 07.00, secara medis lebih memungkinkan terjadi akibat masuknya jari tangan, bukan akibat persetubuhan dengan penis orang dewasa.
“Secara forensik, jika terjadi persetubuhan dengan penis orang dewasa terhadap anak, maka robekan biasanya tidak terfokus di satu arah, melainkan meluas ke berbagai sisi karena ukuran penis yang lebih besar,” jelasnya di hadapan awak media.
Kuasa hukum terdakwa, Joenus Koerniawan, S.H., M.H., menyatakan bahwa keterangan kedua saksi ahli tersebut semakin menguatkan fakta bahwa tidak terjadi persetubuhan sebagaimana dakwaan. Ia juga menegaskan bahwa ahli pidana menyebut kesaksian korban anak sebagai alat bukti paling kuat dalam perkara ini.
“Korban secara jelas menyatakan bahwa dirinya tidak disetubuhi oleh terdakwa dan perbuatan tersebut dilakukan oleh orang lain. Berdasarkan hukum acara pidana, kesaksian anak sebagai korban adalah yang utama dan tidak dapat dikesampingkan,” ujar Joenus.
Atas dasar keterangan para saksi ahli dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, tim kuasa hukum berharap majelis hakim dapat memberikan putusan yang adil.
“Harapan kami, berdasarkan seluruh uraian saksi ahli dan fakta persidangan, terdakwa Tan Giok Jong seharusnya diputus bebas,” pungkasnya.
Sidang akan kembali dilanjutkan sesuai agenda yang telah ditetapkan oleh majelis hakim. (S nto)