Pembeli Tanah 259 Meter di Gunungsari Diduga Dicurangi Penjual, PN Surabaya Gelar Sidang di Tempat
Lintas Surabaya, Surabaya – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya gelar sidang perkara di tempat terkait kasus pembelian tanah dengan tergugat atas nama Michael Tappangan, S.H. selaku pembeli yang berlokasi di Jl. Gunungsari No. 37, Kel. Sawunggaling, Kec. Wonokromo, Kota Surabaya.
Dalam penanganan perkara di pengadilan, pelaksanaan sidang yang dilaksanakan di luar ruang sidang hari ini Selasa 14 Mei 2024, sidang di tempat sengketa tanah untuk memastikan lokasi obyek gugatan.
Tergugat Michael Tappangan, S.H., sebagai pembeli juga seorang lawyer seusai sidang menyampaikan.
“Kemudian, untuk lokasi tanah ini sendiri, saya selaku principal, ini membeli lokasi ini itu dengan itikad baik, tetapi oleh para penjual pada waktu itu tidak memberikan informasi yang sebenar-benarnya dan selengkap-lengkapnya terkait lokasi tanah ini. Pada prinsipnya, kami melihat bahwa tanah ini sudah memiliki sertifikat yaitu SHGB,” tegasnya.
“Kita belum tau, apakah nanti dari majelis hakim ada pertimbangan untuk hal itu, yaitu mengenai posisi sebelah utara, barat, selatan, itu mereka belum tepat di dalam memberikan salah satu dalam materi gugatan,” ujar Michael.
Michael mengatakan, namun di dalam proses kita akan mengurus izin membangun ternyata ada klaim bahwa kita harus meminta izin dari tetangga yaitu Kodam V/Brawijaya sebagai masuk wilayah tetangga atau Zona militer. Nah kita tidak mempersoalkan soal izin karena memang hal itu lumrah masuk zona militer atau masuk zona pemerintah kita harus mendapat rekomendasi sebelum diterbitkan surat izin membangun itu sudah biasa.
“Tapi yang tidak diinfokan oleh penjual bahwa, awal lokasi yang sekarang ini menjadi obyek sengketa ini yaitu dulu pernah ada klaim dari pihak ke 3 bahwa lokasi ini adalah masuk wilayah mereka, nah ini yang tidak pernah disampaikan oleh penjual pada waktu itu,” jelas Michael.
Lebih lanjut, Michael juga menuturkan, kalau menyangkut SKRK, itu pun tidak pernah disampaikan bahwa, harus mendapat rekomendasi dari Kodam, yang tahu itu justru dari pihak notaris.

Notaris mengetahui hal itu, lalu memberitahukan kepada kami bahwa, harus mendapatkan rekomendasi dari Kodam. Nah itu kami tahunya dari notaris bukan dari pihak penjual. Memang dari awal, pihak penjual itu tidak pernah memberitahukan.
Setelah selesai kami bayar, baru kami tahu bahwa, ternyata harus minta rekomendasi dari Kodam. Lalu kami mencoba untuk konfirmasi ke penjual, ternyata penjual mengatakan bahwa,pura- pura kaget loh ya toh ada toh.
“Padahal ternyata, pada tahun 2021, mereka pernah mengurus rekomendasi dari Kodam dan tidak diberikan, kami tahunya di bulan Agustus 2023. Tanah ini kami beli bulan Januari tahun 2023,” tuturnya.
Michael juga mengungkapkan, kami memang tidak tahu, tapi setelah kami tahu dan kami komplain ke mereka. Mereka mengatakan bahwa, bisa diurus biayanya 200 juta, kami tolak.
Kami tidak mau, tapi mereka bilang susahloh pak ngurusnya, kamu nggak ngomong dari awal, yasudah nanti saya urus sendiri, dia mau bantu nguruskan, tapi dengan catatan minta 200 juta, saya nggak mau, karena kemahalan.
Begitu kita urus, ada jawaban dari Kodam bahwa, tanah ini dulu pernah diajukan pengurusan SKRK juga oleh pemilik yang lama, dan kami kaget, ternyata pemilik lama pernah mengajukan izin dan tidak diberikan tahun 2021.
Jawaban itu diberikan secara lisan dan tertulis, dan diberikan suratnya juga, dan oleh Kodam pada waktu itu, saya menghadap itu terus diberikan. Diberikan jawaban bahwa, pihak penjual dulu pernah diberikan penolakan.
Jadi saya juga baru tahu di bulan Agustus, ternyata tanah ini oleh pihak penjual pernah mengajukan tapi tidak diberikan. Bahkan yang lebih parah lagi, pihak penjual pernah diberitahu secara tertulis bahwa, tanah ini adalah milik pihak ke-3, dan itu tidak pernah diberitahukan kepada kami. Nah inilah saya selaku pemilik, pembeli mengklaim kepada mereka, keberatan kepada mereka.

“Ketika saya juga keberatan, justru saya digugat sama mereka (penjual -red) dengan gugatan oneprestasi, padahal saya tidak melakukan oneprestasi,” ucap Michael dengan nada heran.
Menurut Michael, justru kalau mau dilihat dari perbuatannya, justru mereka melakukan perbuatan pidana dengan tidak memberitahukan hal yang sebenarnya, bahkan mereka menurut saya patut diduga; mereka memberikan keterangan palsu di dalam AJB.
Jadi pihak penjual pada tahun 2021 menurut surat yang kami peroleh setelah kami bayar lunas, itu kami dapatnya dari Kodam V/Brawijaya melalui Sektor Logistik mengatakan bahwa, tanah ini dulu tahun 2021 pernah diajukan untuk izin tapi tidak diberikan dari pihak Kodam selaku pihak ke-3.
Karena izin untuk SKRK itu, Pemkot yang berwenang untuk memberikannya, tapi sebelum Pemkot kan mengisyaratkan harus ada rekomendasi, nah rekomendasi itu tidak diberikan oleh Kodam.
“Pihak penjual itu tidak pernah memberitahukan ke kami, kalau mereka pernah mengurus izin SKRK yang sebelumnya harus mengantongi surat rekomendasi, dan rekomendasi dari Kodam tidak diberikan dan tidak pernah diberitahukan ke kami,” sambung Michael kepada awak media.
Yang lebih parahnya lagi, kata Michael, yang sudah saya sampaikan tadi ternyata, mereka itu juga diberitahukan bahwa, ini diklaim milik pihak ke-3. Nah ketika kami ajukan keberatan, mereka gugat dan gugatannya aneh, salah satu materi gugatan mereka menganggap bahwa, saya sudah tahu kalau tanah yang saya beli adalah BMN (Barang Milik Negara) kan aneh lagi, nah artinya mereka mengaku bahwa ini BMN tetapi kalau BMN kenapa mereka jual,” herannya.
“Jadi artinya di sini, patut diduga bahwa, adanya perbuatan pidana juga tersangkut di dalam yaitu memberikan keterangan yang tidak benar. Luas tanah ini kurang lebih 259 m,” imbuhnya.
Dasar hukum dari pelaksanaan Pemeriksaan Setempat adalah Pasal 153 Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Pasal 180 Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg), Pasal 211-214 Reglement op de Rechtsvordering (RV) dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat. (Red)